TIGA TIADA DUNIA

Ada 3 "tiada" di dunia ini :
- tiada orang yang saya cintai
- tiada orang yang tidak saya percayai
- tiada orang yang tidak bisa saya maafkan

Senin, 24 Oktober 2011

Pambiwara

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Kula Nuwun,..
Para sesepuh, pinisepuh saha para tamu sinedhahan kakung putri ingkang tansah winantu ing pakurmatan. Karahayon, kawilujengan miwah sih wilasaning Gusti Allah swt. ingkang maha Kawasa mugi kaganjarna dhumateng para tamu sinedhahan sedaya, lumeberipun dhumateng kulo. Shalawat sarta salam ugi katur dhumateng kanjeng nabi Muhammad saw, kulowarga, sahabat, lan para pengikutipun ngantos yaumul akhir.
Keparenga kulo ingkang piniji minangka jejer Pambiwara, badhe maosaken urut rancangan lampah-lampahing tata cara ... ing titi wanci dalu/siang punika. Wondene tata cara ingkang sampun rinacik inggih punika : .... (1,2,3,...)
Mekaten para tamu menggah urut rancangan tata cara ... ing titi wanci dalu/siang punika, mugi handadosna ing kawuningan. Kulo suwun para tamu sinedhahan kakung putri keparenga lelenggahan kanthi merdikaning penggalih, nuwun.
Ÿ  Para tamu sinedhahan kakung putri ingkang tansah winantu ing pakurmatan, ....
Ÿ  Para tamu kakung putri ingkang sinuba ing suka basuki, ....
Ÿ  Para tamu kakung putri ingkang dhawat winantu ing pakurmatan, ....
Ÿ  Para tamu sinedhahan kakung putri ingkang winengku ing pakurmatan, ....
Ÿ  Para tamu kakung putri, hatur uninga bilih ....
Ÿ  Para tamu sinedhahan kakung putri ingkang winengku ing karaharjan, ....
Ÿ  Para tamu kakung putri ingkang winengku ing suka basuki ....
Ÿ  Para tamu kakung putri ingkang satuhu luhuring budi, tatacara salajengipun ....
Ÿ  Para tamu kakung putri ingkang winantu ing suka basuki, ....
Para tamu kakung putri ingkang satuhu luhuring budhi, pambiwara hanglenggana bilih taksih kathah kekirangan saha kuciwa anggenipun maosaken urut rancangan lampah-lampahing tata cara ... ing titi wanci dalu/siang punika, pramila keparenga para tamu sinedhahan sadaya paring samodra pangaksama. Mugi tansah rahayu ingkang sami pinanggih, konduripun para tamu nderekaken wilujeng. Nuwun.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

"Alfatihah, Urip Sukma Sejati, Inggih Kadang Ingsun Keblat Sekawan Gangsal Palenggah, Kakang Kawah Adhi Ari-ari, Inggih Kakang Mbarep Adhi Wuragil. Sumangga Kula Aturi Ngamping-ampingi Saha Njampangi Sak Solah Jantra Kula, Kula Badhe Ngayahi Jejer Pambiwara, Mugi Sedaya Kawula Ingkang Sami Hamirengaken, Sedaya Sami Kepranan Penggalihipun. Amin, amin yaa Rabbal Alamin.."

KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM TATA NEGARA INDONESIA SERTA KEDUDUKAN PANCASILA DI DALAM KONSTITUSI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

            Reformasi menuntut adanya amandemen atau mengubah UUD 1945 karena yang menjadi awal penyebab terjadinya tragedi nasional mulai dari gagalnya kepemimpinan yang berlanjut pada krisis sosial-politik, gagalnya aparatur pemerintahan yang menimbulkan KKN, tidak adanya nilai keadilan bagi rakyat dan tidak adanya kepastian hukum. Itu semua terjadi karena dasar ketatanegaraan yang termuat dalam UUD 1945 yang tidak demokratis serta pasal-pasal di dalamnya yang mengatur proses jalannya pemerintahan diserahkan secara penuh kepada penyelenggara negara. Akibatnya, dalam penerapan jalannya pemerintahan tergantung pada penafsiran siapa yang berkuasa yang lebih banyak untuk legitimasi dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali masa kepemimpinan nasional rezim orde lama (1959-1966) dan orde baru (1966-1998) telah membuktikan akan hal tersebut, sehingga siapapun yang berkuasa dan menggunakan UUD dengan yang masih asli tersebut maka akan berperilaku sama seperti penguasa sebelumnya,

            Keberadaan UUD yang selama ini disakralkan dan tidak boleh mengalami perubahan, kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan dilakukannya perubahan UUD 1945 tersebut pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain sebagai upaya untuk memulai "kontrak sosial" baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini juga menginginkan adanya perubahan sistem dari kondisi negara yang otoriter menuju ke arah sistem yang demokratis. Dengan demikian upaya untuk merubah konstitusi menjadi suatu program yang tidak dapat diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan sangat penting dalam menentukan jalannya demokratisasi suatu negara. Realitas yang berkembang kemudian menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945.

            Dengan melihat kembali hasil-hasil dari perubahan tersebut, kita dapat menilai apakah rumusan perubahan yang dihasilkan apakah dapat dikatakan lebih baik dan sempurna, Dalam arti, sejauh mana perubahan itu mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya untuk mewujudkan suatu kehendak bersama yang bertujuan untuk menciptakan suatu kehidupan bernegara yang dicita-citakan. Sebab dapat dikatakan bahwa konstitusi adalah sebagai monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.


1.2. Rumusan Masalah

            Berdasar latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat diuraikan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1)      Bagaimana hubungan antara negara dan konstitusi?
2)      Apa saja yang menjadi dasar hukum tata negara Indonesia?
3)      Bagaimana keberadaan Pancasila dalam konstitusi sebagai dasar hukum tata negara Indonesia?


1.3. Tujuan Penulisan

            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, sesuai dengan rumusan masalah maka tujuannya adalah sebagai berikut :
1)      Untuk mengetahui hubungan antara negara dengan konstitusi?
2)      Untuk mengetahui apa saja yang menjadi dasar hukum tata negara Indonesia.
3)      Untuk mengetahui keberadaan Pancasila dalam konstitusi sebagai dasar hukum tata negara Indonesia.


1.4. Tinjauan Teoritis

            Negara merupakan suatu organisasi dalam sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu bentuk pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang berada dalam wilayahnya. Organisasi negara dalam suatu wilayah bukanlah satu-satunya organisasi, terdapat organisasi-organisasi lain yang cakupannya lebih sempit, yaitu organisasi keagamaan, organisasi kepartaian, organisai kemasyarakatan dan organisasi-organisasi lainnya yang masing-masing memiliki kepribadian yang lepas dari masalah kenegaraan. Secara umum, negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi utama yang ada di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi lainnya.

            Ditinjau dari sudut pandang hukum tata negara, negara adalah suatu organisasi kekuasaan, dan organisasi itu merupakan tata kerja dari alat-alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tata kerja mana yang melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban masing-masing alat perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan tertentu[1].

            Negara tidak terlepas dari konstitusi yang merupakan dasar dari pembentukan suatu negara sekaligus sebagai kontrak sosial antara warga negara (rakyat) dengan negara untuk membentuk suatu kehidupan bernegara yang dicita-citakan yang dituangkan dalam bentuk konstitusi. Konstitusi yaitu diartikan sebagai pembentuk, yang dibentuk adalah negara yang mengandung makna awal dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara.

            Konstitusi menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya untuk mewujudkan suatu kehendak bersama yang bertujuan untuk menciptakan suatu kehidupan bernegara yang dicita-citakan. Sebab dapat dikatakan bahwa konstitusi adalah sebagai monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.

            Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi atau paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan dapat diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut. Peraturan perundang-undangan yang baru harus disesuaikan dengan peraturan yang tingkatannya di atasnya dan bersifat melengkapi peraturan di atasnya tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hubungan Antara Negara dan Konstitusi serta Dasar Hukum Tata Negara Indonesia

            Pengertian negara yang telah dijabarkan dalam tinjauan teoritis di atas dapat disimpulkan sebagai suatu organisasi utama yang ada dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi lainnya serta menurut tinjauan hukum tata negara adalah merupakan suatu organisasi kekuasaan, dan organisasi itu merupakan tata kerja dari alat-alat pelengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tata kerja mana yang melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban masing-masing alat perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu.

Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam membentuk suatu negara[2], diantaranya yaitu :
1)      Masyarakat
Masyarakat merupakan suatu unsur terpenting dalam tatanan suatu negara. Masyarakat atau rakyat merupakan suatu individi yang berkepentingan dalam suksesnya suatu tatanan pemerintahan. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan tetapi juga perlu dalam mewujudkan apa yang disebut dengan ilmu kemasyarakatan, yaitu suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus menyelidiki serta mempelajari kehidupan kemasyarakatan.
2)      Wilayah (teritorial)
Suatu negara tidak akan berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus wilayah yang bersangkutan, artinya apakah layak suatu wilayah tersebut masuk dalam suatu wilayah negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah bebagai negara. Apabila mengeluarkan peraturan perundang-undangan pada prinsipnya hanya berlaku bagi orang-orang yang berada dalam wilayahnya sendiri. Orang akan segera sadar berada dalam suatu negara tertentu apabila melampaui batas-batas wilayahnya setelah berhadapan dengan aparat (imigrasi negara) untuk memenuhi berbagai kewajiban yang ditentukan.
3)      Pemerintahan
Ciri khusus pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara dan berada dalam wilayah  suatu negara.

Di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan, tiga unsur negara menjadi empat unsur bahkan lima unsur, yaitu :
1)      rakyat
2)      wilayah (territorial)
3)      pemerintahan
4)      konstitusi (UUD)
5)      pengakuan internasional (de facto maupun de jure)

Terdapat empat macam teori mengenai kedaulatan[3], teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Teori Kedaulatan Tuhan (Goods Souvereiniteit)
Teori kedaulatan Tuhan menyatakan bahwa kekuasaan pemerintahan suatu negara diberikan oleh Tuhan. Kekuasaan tertinggi pada suatu negara dimiliki oleh Tuhan.
2)      Teori Kedaulatan Negara (Staats Souvereiniteit)
Teori kedaulatan negara menyatakan bahwa negara yang berdaulat secara penuh dalam suatu negara. Negara yang menciptakan hukum, sehingga segala sesuatu harus tunduk kepada negara. Negara dianggap sebagai suatu keutuhan yang menciptakan peraturan-peraturan hukum. Sehingga dapat dikatakan adanya hukum suatu negara karena adanya negara, dan tidak ada satu hukum pun yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara.
3)      Teori Kedaulatan Hukum (Rechts Souvereiniteit)
Teori kedaulatan negara menyatakan bahwa semua kekuasaan suatu negara berdasarkan atas hukum. Kekuasaan tertinggi suatu negara ada pada hukum, baik penguasa atau warga negara bahkan negara semua tunduk kepada hukum. Semua sikap, tingkah laku dan perbuatannya harus sesuai menurut hukum.
4)      Teori Kedaulatan Rakyat (Volks Souvereiniteit)
Teori kedaulatan rakyat mnyatakan bahwa semua kekuasaan dalam suatu negara didasarkan pada kekuasaan rakyat (bersama) yang sering dikenal dengan kontrak sosial, suatu perjanjian antara seluruh rakyat yang menyetujui pemerintahan mempunyai kekuasaan dalam suatu negara.

            Konstitusi pada dasarnya adalah sebagai sebuah kontrak sosial antara warga negara (rakyat) dengan pemerintah untuk membentuk suatu kehidupan bernegara yang dicita-citakan yang dituangkan dalam bentuk konstitusi. Konstitusi yaitu diartikan sebagai pembentuk, yang dibentuk adalah negara yang mengandung makna awal dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok yang menopang berdirinya suatu negara.
 Konstitusi pada umumnya berbentuk kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisi aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan suatu negara, namun dalam pengertian ini konstitusi harus diartikan tidak semua berupa dokumen tertulis (formal)[4].

            Pada umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan bebagai konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan dari hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Tujuan dari konstitusi hampir sama dengan hukum, namun tujuannya lebih terkait dengan berbagai hal[5], diantaranya adalah sebagai berikut :
Ÿ  lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing,
Ÿ  hubungan antar lembaga negara,
Ÿ  hubungan antar lembaga negara (pemerintah) dengan warga negara (rakyat),
Ÿ  adanya jaminan atas hak asasi manusia
Ÿ  hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan zaman.

            Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam sebuah konstitusi tidak menjamin bahwa konstitusi tersebut baik. Di dalam prakteknya banyak negara yang memiliki lembaga-lembaga negara yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan lembaga-lembaga negara yang terdapat di dalam konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak asasi manusia yang diatur di luar konstitusi mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan hak-hak asasi manusia yang diatur di dalam konstitusi. Dengan demikian banyak negara-negara yang memilik aturan-aturan tertulis di luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama dengan pasal-pasal yang terdapat di dalam konstitusi.

Terdapat beberapa klasifikasi mengenai konstitusi[6], diantaranya yaitu :
1)      Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and unwritten constitution)
2)      Konstitusi luwes dan konstitusi kaku (flexible constitution and rigid constitution)
3)      Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat tinggi (supreme constitution and not supreme constitution)
4)      Konstitusi negara serikat dan konstitusi negara kesatuan (federal constitution and unitary constitution), dalam negara serikat terdapat suatu pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (pusat) dan pemerintah negara bagian. Pembagian kekuasaan tersebut tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat.
5)      Konstitusi pemerintahan presidensial dan konstitusi pemerintahan parlementer (president executive constitution and parliamentary executive constitution)

            Belakunya konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut sistem kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. jika yang berlaku adalah sistem kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya uatu konstitusi. Konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi.

            Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi atau paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan dapat diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.

            Konstitusi menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya untuk mewujudkan suatu kehendak bersama yang bertujuan untuk menciptakan suatu kehidupan bernegara yang dicita-citakan. Sebab dapat dikatakan bahwa konstitusi adalah sebagai monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.

            Negara dengan konstitusi berhubungan sangat erat, konstitsi lahir merupakan usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara yang memuat norma-norma ideal yang penjabarannya dituangkan dalam bentuk pasal-pasal konstitusi atau Undang-Undang Dasar.


2.2. Sumber Hukum Tata Negara Indonesia

            Dasar hukum tata negara di Indonesia selain Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan konstitusi negara Indonesia adalah sebagai berikut[7] :
1)      Undang-Undang Dasar 1945 (konstitusi)
UUD 1945 sebagai sumber hukum yang merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan dan merupakan dasar ketentuan-ketentuan lainnya.
2)      Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menentukan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah menentukan tersebut dapat disimpulkan bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.
3)      Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang
Mengandung dua pengertian, yaitu :
Ÿ  undang-undang dalam arti material, peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Ÿ  undang-undang dalam arti formal, keputusan tertulis yang dibentuk dalam arti formal sebagai sumber hukum, dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
4)      Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, berdasarkan UUD 1945 Presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya.
5)      Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Peraturan ini dikenal sejak tahun 1959 berdasarkan surat presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan kepada DPR yaitu sebagai peraturan perundang-undangan yangdibentuk oleh presiden untuk melaksanakan Penetapan Presiden.
6)      Peraturan Pelaksana lainnya
Yang dimaksud peraturan pelaksana lainnya yaitu seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya yang harus dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
7)      Konvensi Ketatanegaraan (Convention)
Konvensi ketatanegaraan adalah perbuatan kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan. Konvensi ketatanegaraan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang karena diterima dan dijalankan bahkan sering kebiasaan ketatanegaraan menggeser peraturan perundang-undangan yang tertulis.
8)      Traktat
Traktat yaitu perjanjian yang dilakuan oleh dua negara atau lebih yang dalam prakteknya terdapat tiga tahapan, yaitu perundingan (negotiation), penandatanganan (signature), dan pengesahan (ratification), namun di dalam prakteknya aa pula yang hanya melakukan dua tahapan yang pertama, yaitu perundingan (negotiation) dan penandatanganan (signature).


2.3. Pancasila dan Konstitusi di Indonesia

            Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Indonesia pada dasarnya merupakan satu kesatan yang utuh, dimana di dalam Pembukaan UUD 1945 tercantum dasar negara yaitu Pancasila, yang dapat disimpulkan melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara. Dasar negara yaitu Pancasila yang secara jelas termuat dalam konstitusi negara Indonesia yaitu pada Alinea 4 Pembukaan UUD 1945 pada dasarnya merupakan suatu tujuan bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan dasar negara Indonesia.

            Dalam kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila merupakan filosofische grondslag dan common platform atau kalimatun sawa[8]. Pada masa lalu timbul suatu permasalahan yang mengakibatkan Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi ideologi tertutup. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa Pancasila berada di atas dan di luar konstitusi. Pancasila disebut sebagai norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm) dengan menggunakan teori dari Hans Kelsen dan Hans Nawiasky.

            Teori Hans Kelsen yang mendapat banyak perhatian adalah hierarki norma hukum dan rantai validitas yang membentuk piramida hukum. Salah seorang tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah murid Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Teori Nawiasky disebut dengan theorie von stunefunbau der rehtsortdnung[9], susunan norma menurut teori tersebut adalah :
1)      Norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm)
2)      Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz)
3)      Undang-undang formal (formell gesetz)
4)      Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung)

Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar dari suatu negara. Polisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat berlakunya suatu konstitusi Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari konstitusi suatu negara.

            Berdasarkan teori Nawiasky tersebut, A. Hamid S. Attamini membandingkannya dengan teori Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia. Attamini menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan menggunakan teori Nawiasky. Berdasarkan teori tersebut[10], tata hukum Indonesia adalah sebagai berikut :
1)      Staatsfundamentalnorm : Pancasila (Pembukaan UUD 1945)
2)      Staatsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan
3)      Formell gesetz : Undang-undang
4)      Verordnung en Autonome Satzung : secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota

            Penetapan Pancasila sebagai suatu Staatsfundamentalnorm dikemukakan pertama kali oleh Notonagoro[11]. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila. Dengan menempatkan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka kedudukan Pancasila berada di atas Undang-Undang Dasar. Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi.

            Dalam pidato Ir. Soekarno, disebutkan bahwa dasar negara sebagai Philosofische Grondslag sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya yang di atasnya akan didirikan bangunan negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan istilah Weltanschauung atau pandangan hidup. Pancasila adalah lima dasar atau lima asas[12]. Jika masalah dasar negara disebutkan oleh Soekarno sebagai Philosofische Grondslag ataupun Weltanschauung, maka hasil dari persidangan-persidangan tersebut adalah, Piagam Jakarta yang kemudian disebut dengan Pembukaan UUD 1945, yang merupakan Philosofische Grondslag dan Weltanschauung bangsa Indonesia.
           
            Seluruh nilai-nlai dan prinsip-prinsip dalam UUD 1945 adalah dasar negara Indonesia yang di dalamnya termasuk Pancasila. Dengan demikian menjalankan konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya juga telah melaksanakan dasar negara yaitu Pancasila yang telah termuat di dalam konstitusi, yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

            Berdasarkan uraian dari pembahasan mengenai rumusan masalah yang telah dirumuskan, dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1)      Negara merupakan suatu organisasi diantara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu bentuk pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di dalam wilayahnya. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara. Negara dan konstitusi sangat erat hubungannya karena melaksanakan konstitusi  pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara.
2)      Sumber hukum tata negara di Indonesia diantaranya yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (konstitusi), Ketetapan MPR, Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Pelaksana lainnya, Konvensi Ketatanegaraan (Convention), Traktat.
3)      Pancasila sebagai alat untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi ideologi tertutup, sehingga Pancasila bukan sebagai konstitusi melainkan UUD 1945 yang menjadi konstitusi di Indonesia.


3.2. Rekomendasi

Kepada para pembaca kami menyarankan agar lebih banyak membaca buku yang terkait dengan pembahasan dalam makalah ini agar lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan negara dan konstitusi. Hal ini sangatlah penting untuk mewujudkan suatu pamahaman yang benar sehingga di dalam penerapannya tidak terjadi kesalahpahaman. Di dalam penulisan makalah ini tentu terdapat kekurangan, oleh karenanya dengan semakin banyak membaca buku-buku yang terkait maka dapat digunakan untuk menambahkan hal-hal yang tidak dicantumkan di dalam makalah ini.


3.3. Daftar Pustaka

Ÿ  Nasution, Mirza, 2004, Negara dan Konstitusi. (diakses melalui internet)
Ÿ  http://www.wikipedia.com
Ÿ  Soehino, 2005, Ilmu Negara, Yogyakarta:Liberty.
Ÿ  Jimly Asshiddiqie, Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Ÿ  Jimly Asshiddiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada.


[1] Soehino, 2005, Ilmu Negara, Yogyakarta:Liberty, hlm. 149.
[2] Ibid., hlm. 7.
[3] Ibid., hlm. 152-162.
[4] Jimly Asshiddiqie, Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
[5] Nasution, Mirza, 2004, Negara dan Konstitusi.
[6] Jimly Asshiddiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada.
[7] http://www.wikipedia.com
[8] Jimly Asshiddiqie, Op. Cit.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Nasution, Mirza, Op. Cit.